Pagi itu, Najwa duduk di taman widyaloka
dekat gedung rektorat yang berdiri megah. Disana-sini terlihat para mahasiswa
lalu-lalang. Hawa sejuk kota Malang, ditambah lagi dengan keindahan taman
widyaloka yang didesain sedemikian rupa bagi kenyamanan mahasiswa Universitas
Brawijaya untuk belajar atau sekedar melepas penat seusai kuliah sangat lengkap
menambah kenyamanan suasana. Tak terasa, kini Najwa telah menjadi Mahasiswa. Predikat
yang sebelumnya tidak pernah berani ia bayangkan. Perjalanannya memang masih
panjang, menjadi mahasiswa jelaslah belum bisa dikatakan sebagai sesuatu yang
membanggakan baginya. Tetapi dari sinilah awal pijakannya akan dimulai.
Terpaku menatap sekeliling
mengingatkannya akan lika-liku perjuangan hidup yang tak pernah usai. Ya, tak
kan pernah usai karena hidup adalah perjuangan.
Kembali
sorot matanya mengingat masa kecil 14 tahun silam.
Kala
itu , di sebuah penampungan .
“Ma, ayo pulang . . Ina kangen” rajuk
Najwa
“Iya sayang, mama disini mau kerja kalau
sudah selesai pasti mama pulang” jawab mamanya.
“Sudah, Ina katanya mau jadi anak
pintar. Jangan cengeng, mama kan lagi kerja. Sekarang Ina pulang sama ayah,
besok kita kesini lagi” ayahnya pun menimpali.
Najwa yang biasa dipanggil Ina sewaktu
kecil seperti biasa setiap seminggu sekali bersama ayahnya mengunjungi mamanya
di penampungan TKW Jakarta Selatan. Seringkali ia meminta mamanya pulang.

Keesokan harinya, di hari Rabu 12
Agustus 1988 seperti biasa ayahnya mengantarnya mengunjungi mamanya. Kali ini
ayahnya sudah mempersiapkan mental melepas istrinya untuk bekerja selama 3
tahun lebih di negeri orang. Najwa juga seperti biasa sangat senang tiap diajak
mengunjungi mamanya. Setibanya disana ia melihat banyak orang dengan bus-bus berjejer.
Saat melihat mamanya langsung saja ia terhambur dalam pelukannya.
“Ma, kenapa banyak bus?” tanya Najwa.
“Mama dan lainnya mau ke Arab
sayang, mama kerja dulu ya, nanti kalau sudah dapat uang banyak kita kumpul
lagi” jawab mamanya.
“Mama perginya lama?”
“Cuma sebentar, kalau kamu kangen
nanti mama telpon atau kirim surat.”
“Janji ya ma?” pinta Najwa.
“Mama
janji. Selama mama pergi kamu harus nurut sama ayah, jadi anak yang rajin ya, kalau bersungguh-sungguh apapun yang ina mau pasti bisa”
“Ina
janji”.
Lalu mamanya pun beranjak menuju bus
dengan rombongan lainnya. Najwa bukan satu-satunya anak yang ditinggal mamanya
kala itu, banyak keluarga lain yang juga
mengantar kepergian ibundanya tercinta.
Sejak
saat itu ayahnya harus berusaha menjadi kepala keluarga sekaligus ibu bagi
Najwa.
Sejak saat itu pula
Najwa berjanji akan selalu rajin dan bersungguh-sungguh dengan apapun yang dia lakukan . Surat-surat dari
mamanya menjadi satu-satunya pelipur rindu sekaligus penyemangat dirinya. Baginya Mama bukan saja seorang ibu tapi Pahlawan yang akan selalu menjadi inspirasi hidupnya.
"Jangan sia-siakan jika seorang ibu masih disampingmu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar