INILAH AKU . . WANITA
Wanita,
sosok makhluk Allah.swt yang istimewa. Ia diciptakan di dunia ini tidak hanya
sebagai perhiasan atau aksesoris semata, tetapi juga untuk mengemban harga diri
kehormatan keluarga, rumah tangga, bangsa, bahkan negara. Sosok wanita sering
kali menjadi kontroversi mulai dari zaman Rasulullah bahkan hingga saat ini,
dimana saya masih menulis tentang hal yang kian menjadi perdebatan dan patut
untuk dipirkan bersama yaitu mengenai emansipasi dan feminisme yang melekat
pada diri kaum hawa. Sebelum berpikir jauh, coba kita mengingat sejenak sejarah
jati diri wanita sejak zaman Rasulullah.saw. Allah.swt tentu punya alasan tersendiri
mengapa Rasulullah.saw yang mendapat kehormatan sebagai pengembang risalah,
hanya memiliki anak perempuan yang berumur panjang, bukan laki-laki. Di masa
Jahiliyah memiliki anak perempuan
dianggap sebagai aib. Akhirnya Islam datang dengan membawa hukum dan ajaran
yang didasarkan atas keadilan, memuliakan kaum wanita dan menganggapnya setara
dengan laki-laki. Rasul ingin menekankan bahwa Islam menghargai keduanya dengan
penghargaan yang sama. Islam benar-benar memerhatikan permasalahan ini
sampai-sampai Umar ibn Khaththab berkata, “Demi
Allah, di masa Jahiliyah kami menganggap hina kaum perempuan hingga Allah
menurunkan ketentuan-Nya tentang mereka, dan memberi mereka apa yang pantas
diberikan kepada mereka”.
Lalu
coba beranjak ke zaman Kartini, dimana wanita tidak boleh mendapat pendidikan
tinggi, dipingit, lalu dinikahkan. Wanita hanya boleh mengurus rumah tangga,
tidak bisa merasakan dunia luar. Kartini adalah feminis dalam konteks zamannya:
artinya ia, yang hidup dalam masyarakat kolot “berani mengkritik tradisi yang
menindas wanita dan menyimpang dari tradisi, “meramalkan” bahwa perempuan
terdidik bakal dimungkinkan berkarier sambil berumah tangga. Justru dari
feminisme itulah muncul emansipasi.
Paham
feminisme menurut penulis yaitu perbedaan perempuan dan laki-laki memang harus
diakui. Memang suatu hal yang menakjubkan dan baik, apabila seorang wanita
mampu mandiri, baik kepribadiannya atau kemampuan finansial, namun bukan itu
yang menjadi soal. Hal yang menjadi soal adalah bagaimana emansipasi membahas
hak untuk wanita yang terlihat malah mengekslusifkan diri wanita, padahal
katanya emansipasi adalah “setara”. Contohnya dalam kehidupan modern sekarang,
banyak dari wanita yang berkarier. Banyak pula wanita yang menjadi tenaga kerja
diluar negeri. Penulis pun terlahir dari seorang wanita yang pernah menjadi TKW
di Arab. Meninggalkan suami dan anaknya selama beberapa tahun. Meski rasanya
tidak adil jika wanita harus bekerja keras, disamping itu juga banyak pihak
yang memandang sebelah mata. Banyak yang menganggap jika seorang wanita bekerja
hal ini berarti wanita tersebut menyalahi aturan kodratnya untuk mengurus rumah
tangga, apalagi sampai ke luar negeri. Memang tidak sepenuhnya salah. Tetapi
apakah salah jika niatannya seorang wanita bekerja memang untuk membantu
keluarganya, saling bahu-membahu? Apakah ada dalil Qur’an atau aturan negara
yang melarang wanita untuk bekerja? Tentu tidak. Agama tidak memberatkan suatu
keadaan yang dirasa darurat. Jadi dalam hal ini wanita yang menjadi TKW,
khususnya yang telah berkeluarga tentu memiliki alasan tertentu hingga mereka
terpaksa meninggalkan anak dan suaminya untuk bekerja. Allah memang telah
mengatur rezeki tiap hambanya, tetapi itu tidak akan datang hanya dengan
berpangku tangan. Dan itulah yang mereka lakukan. Mereka bergerak. Suami-istri
saling mendukung dan membantu dalam kesulitan. Setelah mereka kembali tentunya
mereka tidak melupakan tugasnya secara naluriah sebagai seorang wanita. Disini
wanita tentunya juga harus mengimbangi secara bijak antara haknya melalui
emansipasi dengan kewajibannya sebagai feminisme. Sesungguhnya pemikiran yang
mengatakan bahwa wanita berhak dan patut mendapat karir dan pendidikan tinggi
(setara pria) adalah sah dan benar adanya, penulis pun setuju, namun yang patut
dicermati adalah pemikiran pihak tertentu yang meminta bahwa segala hal antara
wanita harus sama dengan pria. Padahal mau tidak mau, suka tidak suka, secara
kodrat, wanita dan pria memang berbeda. Jadi jelas bahwasanya, emansipasi
wanita memang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi dengan tetap menyadari
kodratnya sebagai wanita.
Dan
itulah wanita, dengan segala keistimewaannya. Seorang feminis yang berdiri
tangguh yang dapat mencetak generasi bangsa. Bidadari yang menghiasi dunia ini
dengan kelembutan dan ketegasannya.