Inspired not Just Word ..

Inspired not Just Word ..

Rabu, 16 Mei 2012

Emansipasi dan Feminisme

INILAH AKU . . WANITA


Wanita, sosok makhluk Allah.swt yang istimewa. Ia diciptakan di dunia ini tidak hanya sebagai perhiasan atau aksesoris semata, tetapi juga untuk mengemban harga diri kehormatan keluarga, rumah tangga, bangsa, bahkan negara. Sosok wanita sering kali menjadi kontroversi mulai dari zaman Rasulullah bahkan hingga saat ini, dimana saya masih menulis tentang hal yang kian menjadi perdebatan dan patut untuk dipirkan bersama yaitu mengenai emansipasi dan feminisme yang melekat pada diri kaum hawa. Sebelum berpikir jauh, coba kita mengingat sejenak sejarah jati diri wanita sejak zaman Rasulullah.saw. Allah.swt tentu punya alasan tersendiri mengapa Rasulullah.saw yang mendapat kehormatan sebagai pengembang risalah, hanya memiliki anak perempuan yang berumur panjang, bukan laki-laki. Di masa Jahiliyah  memiliki anak perempuan dianggap sebagai aib. Akhirnya Islam datang dengan membawa hukum dan ajaran yang didasarkan atas keadilan, memuliakan kaum wanita dan menganggapnya setara dengan laki-laki. Rasul ingin menekankan bahwa Islam menghargai keduanya dengan penghargaan yang sama. Islam benar-benar memerhatikan permasalahan ini sampai-sampai Umar ibn Khaththab berkata, “Demi Allah, di masa Jahiliyah kami menganggap hina kaum perempuan hingga Allah menurunkan ketentuan-Nya tentang mereka, dan memberi mereka apa yang pantas diberikan kepada mereka”.
 
Lalu coba beranjak ke zaman Kartini, dimana wanita tidak boleh mendapat pendidikan tinggi, dipingit, lalu dinikahkan. Wanita hanya boleh mengurus rumah tangga, tidak bisa merasakan dunia luar. Kartini adalah feminis dalam konteks zamannya: artinya ia, yang hidup dalam masyarakat kolot “berani mengkritik tradisi yang menindas wanita dan menyimpang dari tradisi, “meramalkan” bahwa perempuan terdidik bakal dimungkinkan berkarier sambil berumah tangga. Justru dari feminisme itulah muncul emansipasi. 

Paham feminisme menurut penulis yaitu perbedaan perempuan dan laki-laki memang harus diakui. Memang suatu hal yang menakjubkan dan baik, apabila seorang wanita mampu mandiri, baik kepribadiannya atau kemampuan finansial, namun bukan itu yang menjadi soal. Hal yang menjadi soal adalah bagaimana emansipasi membahas hak untuk wanita yang terlihat malah mengekslusifkan diri wanita, padahal katanya emansipasi adalah “setara”. Contohnya dalam kehidupan modern sekarang, banyak dari wanita yang berkarier. Banyak pula wanita yang menjadi tenaga kerja diluar negeri. Penulis pun terlahir dari seorang wanita yang pernah menjadi TKW di Arab. Meninggalkan suami dan anaknya selama beberapa tahun. Meski rasanya tidak adil jika wanita harus bekerja keras, disamping itu juga banyak pihak yang memandang sebelah mata. Banyak yang menganggap jika seorang wanita bekerja hal ini berarti wanita tersebut menyalahi aturan kodratnya untuk mengurus rumah tangga, apalagi sampai ke luar negeri. Memang tidak sepenuhnya salah. Tetapi apakah salah jika niatannya seorang wanita bekerja memang untuk membantu keluarganya, saling bahu-membahu? Apakah ada dalil Qur’an atau aturan negara yang melarang wanita untuk bekerja? Tentu tidak. Agama tidak memberatkan suatu keadaan yang dirasa darurat. Jadi dalam hal ini wanita yang menjadi TKW, khususnya yang telah berkeluarga tentu memiliki alasan tertentu hingga mereka terpaksa meninggalkan anak dan suaminya untuk bekerja. Allah memang telah mengatur rezeki tiap hambanya, tetapi itu tidak akan datang hanya dengan berpangku tangan. Dan itulah yang mereka lakukan. Mereka bergerak. Suami-istri saling mendukung dan membantu dalam kesulitan. Setelah mereka kembali tentunya mereka tidak melupakan tugasnya secara naluriah sebagai seorang wanita. Disini wanita tentunya juga harus mengimbangi secara bijak antara haknya melalui emansipasi dengan kewajibannya sebagai feminisme. Sesungguhnya pemikiran yang mengatakan bahwa wanita berhak dan patut mendapat karir dan pendidikan tinggi (setara pria) adalah sah dan benar adanya, penulis pun setuju, namun yang patut dicermati adalah pemikiran pihak tertentu yang meminta bahwa segala hal antara wanita harus sama dengan pria. Padahal mau tidak mau, suka tidak suka, secara kodrat, wanita dan pria memang berbeda. Jadi jelas bahwasanya, emansipasi wanita memang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi dengan tetap menyadari kodratnya sebagai wanita. 

Dan itulah wanita, dengan segala keistimewaannya. Seorang feminis yang berdiri tangguh yang dapat mencetak generasi bangsa. Bidadari yang menghiasi dunia ini dengan kelembutan dan ketegasannya.